Stevens Johnson Sindrom sangat menyita perhatian karena akibat yang
ditimbulkan sangat berat, terutama kepada pasien. SJS dan TEN adalah
reaksi yang melibatkan kulit dan mukosa (selaput lendir) yang berat dan
mengancam jiwa ditandai dengan pelepasan epidermis, bintil berisi air
dan erosi/pengelupasan dari selaput lendir. Pembedaan antara SJS dan TEN
adalah pada SJS kerusakan area kulit ,10% total luas permukaan tubuh,
sementara pad TEN kerusakan/pengelupasan kulit >30% dari luas total
permukaan tubuh.
Angka kejadian SJS dan TEN cukup jarang, 1-2 kejadian per satu juta
populasi per tahun. Risiko kematian cukup tinggi, pada TEN >40% kasus
berakibat fatal, dengan infeksi (sepsis) sebagai komplikasi utama.
Kelainan pada mata sebagai komplikasi juga terdapat pada 40-50% pasien.
Pada SJS angka kematian sekitar 5% dari kejadian.
Penyebab terjadinya SJS atau TEN 70% diperkirakan dipicu oleh obat.
Infeksi virus dan Mycoplasma pneumonia juga dilaporkan sebagai pemicu
SJS dan TEN. Dari penelitian AAP 2009 dikonfirmasi 4 obat yang sangat
dicurigai (highly suspected) sebagai faktor risiko SJS dan TEN yaitu
antibiotik sulfonamide, fenobarnital, carbamazepin dan lamotrigin. Dari
Fitzpatrick-Dermatology obat yang termasuk risiko tinggi adalah :
allopurinol, sulfametoksazole, sulfadiazine, sulfapiridin, sulfadoksin,
sulfasalazin, carbamazepin, lamotrigin, fenobarbital, fenitoin,
fenilbutazon, nevirapin, NSAID golongan oxicam, thiacetazon. Yang risiko
rendah : NSAID golongan asam asetat, penisilin, sefalosporin, quinolon,
antibiotik golongan makrolida.
Tanda dan gejala
SJS dan TEN melibatkan kulit dan selaput lendir. Yang termasuk selaput
lendir atau mukosa adalah konjungtiva (selaput bening mata), bibir
bagian dalam dan rongga mulut, genital dan, anus. Gejala awal berupa
kemerahan (eritema) diikuti erosi (penglupasan). Gangguan di selaput
lendir menyebabkan gangguan menelan, nyeri saat melihat cahaya, nyeri
saat BAK bahkan perlengketan selaput bening mata (conjungtival
synechiae)
Pada kulit berupa : warna kemerahan, bintik perdaharan, bentuk target
(target lession), yang bergabung menjadi satu, bisa berbentuk bintil
berisi air, memberikan tanda nikolsky (penekanan pada sisi samping kulit
dan menyebabkan kulit terlepas).
Gejala lain seperti demam, nyeri, kelemahan, sesak napas, produksi dahak
berlebih, batuk darah, diare, BAB hitam, BAK merah juga dapat terjadi.
Tindakan
Untuk itu sangat penting sekali untuk meningkatkan kewaspadaan bila
muncul ruam/kemerahan yang muncul dikulit dan selaput lendir setelah
menggunakan obat. Hal yang pertama kali harus disingkirkan bila muncul
ruam kemerahan adalah apakah ruam tersebut merupakan bagian dari ADR
(adverse drug reactions)-efek obat yang tidak diinginkan yang mengancam
jiwa seperti SJS atau TEN atau anafilaksis (reaksi alergi berat).
Pastikan apakah ruam yang muncul merupakan reaksi hipersensitifitas
tehadap obat atau bukan. Bila menunjukkan gejala SJS, TEN atau
anafilaksis atau reaksi hipersensitifitas terhadap obat maka segera
hentikan pemakaian obat, catat obat dan segera bawa ke Rumah Sakit untuk
diagnosis dan penanganan lebih lanjut.
Pada kasus SJS atau Ten diperlukan perawatan di unit intensif untuk
mencegah infeksi dan memastikan jumlah cairan dan nutrisi tetap
diberikan kepada pasien. Observasi dari dokter mata juga sangat penting
untuk mencegah terjadinya perlengketan konjungtiva atau kerusakan
kornea. Fungis ginjal dan hati harus dipantau demikian juga kadar
elektrolit karena pada SJS dan TEN terjadi pengelupasan kulit sehingga
cairan dan panas keluar tanpa halangan.
Pencegahan
Sebagian besar (70%) SJS dan TEN dipicu oleh penggunaan obat, karena itu
langkah pencegahan adalah dengan penggunaan obat yang rasional.
Penggunaan obat yang rasional meliputi upaya untuk menggunakan obat
sesuai indikasi, sesuai dosis, sesuai jangka waktu dan biaya yang
termurah bagi pasien dan lingkungan.
Obat tetaplah bahan kimia yang dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan, dari yang ringan sampai yang berat. Karena pemakaian obat
walaupun sesuai dosis tetap dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
maka harus bijaksana dalam pemakaian obat. Pastikan Anda benar-benar
memerlukan obat dalam tatalaksana keadaan Anda, dan bila Anda meminum
obat pastikan Anda membaca petunjuk dalam kemasan obat, observasi
tanda-tanda yang muncul setelah Anda meminum obat.
Jangan minum obat bila tidak sesuai indikasi, contoh penggunaan
antibiotik pada infeksi virus, pemberian campuran obat anti kejang
(fenobarbital) pada puyer batuk pilek. Selalu tanyakan diagnosis
penyakit Anda, periksa kembali apakah memang Anda perlu/sesuai indikasi
menggunakan obat, apakah obat yang diberikan sesuai dengan diagnosis
Anda. Cara-cara ini untuk menghindari Anda dari efek yang tidak
diinginkan dari obat yang Anda minum. Mencegah lebih baik dari
mengobati.
(YSK)
Sumber :
1.Valeyrie-Allanore, L., Roujeau,Jean-Claude. Epidermal Necrolysis
(Stevens-johnson Syndrome and Toxic Epidermal necrolysis). In :
Fitzpatrick’s DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE. Seventh ed. Editors:
Wolff, Klaus., Glodsmith, Lowell A., Katz, Stephen I., et all.
Mc-Graw-Hill;2008:349-55.
2.levi, Natacha., bastuji-Garin,Sylvie., Mockenhaupt,Maja., et all.
Medications as Risk Faktors of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis in Children: A Pooled Analysis. Pediatrics
2009;123;e297-e304.
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/123/2/e297
3. Klein, peter A. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis. Emedicine dermatology.
http://emedicine.medscape.com/article/1124127-overview
Selasa, 17 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
aku juga kena penyakit ini
Posting Komentar